Selasa, September 14, 2010

Rombak Sistem Pendidikan

           Mahalnya biaya pendidikan bukan lagi menjadi isapan jempol belaka. Sekarang, baik institusi negri maupun swasta punya tarif yang relatif sama untuk pengembangan pendidikan.

Tidak cukupkah subsidi pemerintah? Tak bisa dipungkiri  bahwa di era kapitalisme ini uang sebagai salah satu modal kelangsungan hidup. Modal yang dimiliki seseorang haruslah lengkap untuk bertahan di era kapitalisme. Pemerintah sendiri menganggarkan dana untuk pendidikan tak lebih dari 50%.

Jangan sampai terjadi swastanisasi institusi negri, karena akan semakin memberatkan rakyat mengemban biaya pendidikan. Perekonomian rakyat belum sepenuhnya mampu untuk menanggung biaya pendidikan yang tinggi. Sekolah gratis menjadi solusi bagi institusi yang ada, khususnya negri.

Saat ini yang sering dijumpai, sekolah gratis dengan sekolah berbayar punya perbedaan meskipun menyandang negri. Pelayanan yang berbayar lebih baik daripada gratis. Hal demikian menjadi cermin bagi pendidikan sekarang. Sekolah gratis belum tentu menjamin kualitas baik.

Besarnya modal keuangan yang dibutuhkan dalam institusi dapat disiasati dengan memaksimalkan fasilitas yang ada. Dengan fasilitas-fasilitas yang sudah ada di institusi, peran pengajar diharapkan menjadi fasilitator agar proses belajar mengajar menjadi menyenangkan dan berguna. Tidak hanya menjadi hafalan semata.

Menurut penulis, pendidikan saat ini (terutama jenjang SD, SMP, SMA) penuh dengan materi hafalan. Tiap murid belum tentu menguasai semua mata pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu jika sistem diubah menjadi sesuatu yang berguna akan lebih baik. Belajar tidak hanya membaca, menulis, dan menghafal, tapi praktik juga tak kalah porsinya.
Disinilah peran pemerintah seharusnya di tengah. Hal itu sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 31ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga berhak mendapat pendidikan. Pasal 31 ayat 2, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasare dan pemerintah wajib membiayainya. Sehingga meskipun ada yang berbayar dan gratis, akses mendapat pendidikan sama. Meskipun pelayanan yang didapat berbeda. Yang terpenting adalah bagaimana individu dapat memaksimalkan apa yang ada dan guru suskses sebagai fasilitator bagi muridnya.

Berkaitan dengan biaya, jika ada sumbangan bersifat wajib namun untuk peningkatan kualitas siswa tidak masalah. Karena sekolah pasti mengetahui bahwa semua sumbangan tidak bisa dipukul rata. Subsidi silang juga bisa berasal dari golongan menengah ke atas untuk peningkatan mutu siswa. Besarnya biaya pendidikan tak luput dari peran pemerintah yang ingin menyejahterakan rakyat. Semua adalah untuk kepentingan rakyat. Subsidi yang diberikan agar dapat dimaksimalkan sebaik-baiknya.

Pendidikan berasal dari kata didik yang bisa disejajarkan dengan makna mengajar, memberikan ilmu. Pendidikan di Indonesia belum bisa seperti di Jepang yang menggratiskan muridnya bersekolah. Di Jepang sendiri, pendidikan gratis mempunyai konsekuensi murid-murid  mempunyai etos kerja tinggi dan menghargai waktu. Kondisi seperti itu belum bisa dijumpai di Indonesia.

Faktanya, meskipun beberapa sekolah telah gratis, semangat siswanya belum sepenuhnya tinggi untuk mencari ilmu. Banyak murid yang menyepelekan dengan pendidikan gratis. Seringkali menjadi kendala adalah kualitas murid yang belum sepenuhnya baik, meskipun pendidikan beberapa telah gratis. Hal tersebut menjadi salah satu batu sandungan pemerintah dalam meningkatkan pendidikan.

Sebaiknya, gratis dijadikan sebagai kompetisi untuk mendapat pendidikan yang lebih baik, terutama bagi yang kurag mampu. Peningkatan kualitas tenaga mengajar perlu dilakukan agar murid tidak hanya menerima apa yang dipelajari, tapi juga mengkritisi dan mempraktikkan apa yang yang dterima. Kemudian minat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan perlu dipupuk sejak dini. Hal itu dapat diterapkan pada pemberian standar nilai tertentu bagi sekolah gratis. Sehingga diharapkan murid akan berkompetisi sehat dan mempunyai etos kerja tinggi serta meningkatkan kualitas bangsa.

Dengan demikian, pembaruan sistem pendidikan harus dilaksanakan. Suasana kondusif agar ditegakkan. Sehingga jika biaya gratis bukan lagi mimpi, para pencari ilmu akan mengahragai dan mempunyai etos kerja tinggi karena dihadapkan pada kuota dan seleksi. Hal ini diperkuat dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sitem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketawaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

2 komentar:

Entis Sutrisna.tasikmalaya ( esutrisna65@gmail.com ) mengatakan...

ga apa-apa ya nanggapin phobia nasi di sini.
phobia kan karena imajinasi anak tsb terhadap nasi negatif.
yg pernah saya lakukan adalah ngobrol dg anak ttg pentingnya makan, kemudian belajar pegang nasi, bujuk untk mencoba makan nasi, jika mau coba ketika disuapkan nasi alihkan perhatian apa yang ia sangat sukai, misalnya suapi ia ketika main game , dll
harus rajin dan tekun, coba terus.
tapi selama mau makan yg mengandung banyak karbohidra dg jumlah yang cukup, tdk perlu terlalu khawatir. wasalam

abib mengatakan...

trm kasih commennya..tapi lebih baik dicommen di situsnya http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/sehat/2010/10/25/534/Phobia-Nasi-pada-Anak-karena-Pola-Makan