Minggu, April 24, 2011

Kepuasan Batin


Berbagi dengan sesama menunjukkan kepedulian dan kebersamaan. Kita bisa berempati, merasakan apa yang mereka rasakan. Dengan memberi les privat, kita berkesempatan memperoleh pengalaman walau kita tidak selalu mengharapkan bayaran.

Di sini kita dituntut lebih disiplin saat mengerjakan tugas kuliah. Jangan lagi menunda-nunda dan bermain terlalu banyak agar memiliki waktu lebih untuk bersosialisasi dan memperluas jaringan.

Kemampuan untuk kreatif menjadi tantangan tersendiri saat mengajar. Kita harus menghidangkan materi dengan ide-ide segar agar tidak membosankan. Walau waktu untuk diri sendiri berkurang, tidak menjadi beban bila dilakukan dengan gembira.

Iklan-Iklan Melecehkan Perempuan


Pada zaman serba berbau teknologi ini, kemajuan demi kemajuan serta perkembangan akan sutu bangsa berlangsung sangat cepat. Kemudahan akses yang ditawrakan serta keterjangkauan harga yang diberikan semakain mempermudah konsumen untuk memiliki.

Persaingan antar industri untuk mendpatkan konsumen barbgai kalangan sudah pasti menjadi bagian yang tak dapat dilepaskan. Strategi demi strategi digencarkan agar kue konsumen tetap setia dengan produk-produk yang sifatnya konsumtif.

Adalah dengan beriklan untuk mempromosikan suatu produk agar selain dikenal khalayak luas juag menumbuihkan needs dan wants calon konsumen. Nmaun seringkalai yang dilupakan ialah etika beriklan yang baik. Terlepas dari siapa pembuatnya, tak dapat dipungkiri bahwa industri yang menuntut serba kreatif kini banyak didomonasi kaum lelaki.

Banyak iklan yang menampilkan perempuan sebagai ikon penjual. Tubuh permpuan dijadikan komoditas agar konsumen mau menggunakan produk yang ditawarakan. Tubuh perempuan adalah representasi dari kondisi yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh setiap wanita. Sebut saja produk pelangsing, susu, sabun dan produk kecantikan.

Perempuan dijadikan aset sedemikan sehingga dapat memuaskan laki-laki. Citra perempuan hanya sebatas dengan menggunakan produk tersebut, maka akan sama dengan bintang iklan yang ditampilakn. Sungguh ironi mengingat keberagaman yang membuat hidup ini indah. Bukan keseragaman yang justru menjadikan keadaan monoton.

Tak sedikit korban iklan yang jatuh hati pada produk yang ditawarkan. Representasi permepuan dalam iklan ditampilkan dengan body langsing, wajah cantik putih, hidung mancung, dan rambut panjang lurus. Citra yang ditampilkna secara tidak langsung menyalahi pemberian dari Tuhan. Kesempuranaan yang ditampilkan menyeragamkan perempuan bahwa tubuh yang ideal adalah seperti di iklan. Ditambah lagi bahwa tubuh yang demikian adalah yang disukai laki-laki.

Perempuan yang digambarkan ikut menikmati setiap apa yang dilekatkan pada dirinya. Sebuah bentuk penindasan baru bagi perempuan di era kemajuan yang sangat cepat. Laki-laki sebagai pihak yang menjadikan perempuan sebagai objek pemuas laki-laki.

Setiap tubuh perempuan adalah komoditas yang dapat dijual. Dari ujung kepala sampai ujung kaki, pernak-pernik yang menempel pada wanita adalah hal yang wajib. Bahkan tubuh wanita juga menjadi komoditas untuk iklan laki-laki. Tubuh wanita sama dengan sumber uang.

Hal ini memperkuat bahwa perempuan adalah kelas kedua dan posisinya tidak sejajar. Sungguh suatu hal yang timpang, mengingat sampai saat ini posisi wanita belum bisa naik kelas.

Dengan posisi yang tak diuntungkan ini, perempuan belum sepenuhnya bisa mamberontak. Karena keadaan yang terus-menerus dikomodifikasikan akan menjadi sebuah hal yang diterima oleh umum. Banyak kasus perempuan tidak percaya diri dengan tubuh yang dimiliki. Mulai dari diet ma2ti-matian untuk mendapat tubuh sempurnba, permak wajah dan kulit untuk mengubah warna asli kulit.

Sebagai perempuan, kita selayaknya mencintai tubuh kita sendiri. Tidak dengan ikut menikmati komodifikasi yang diciptakan oleh laki-laki. Menerima keadaan tubuh apa adanya. Mensyukuri karunia Tuhan dan menyadari bahwa ciptaannNya tidak ada yang salah. Karena kita masing-masing unik. Keberagaman menjadikan kita semua satu.

Sebagai bentuk langkah kecil, mari kita mulai dari diri sendiri untuk tak terpengaruh bahasa iklan-iklan yang diciptakan oleh laki-lakai. Yang menjadikan tubuh perempuan sebagai aset. Mengurung perempuan dalam keseragaman yang berimbas pada hilangnya jati diri.

Galakkan Budaya Baca


PENJIPLAKAN makin merebak di kampus seiring dengan kemajuan teknologi. Kemudahan akses juga membuka jalur kemudahan untuk menjiplak.

Kasus yang sering dijumpai, satu referensi menjadi acuan bagi banyak orang. Itu pun mereka lakukan tanpa mencantumkan sumber referensi dalam karya tulis. Plagiarisme, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), merupakan penjiplakan atau  pengambilan karangan, pendapat, dan lain sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.

Kehadiran internet dengan mesin pencari memberikan banyak informasi yang dibutuhkan, yang kemudian menimbulkan penjiplakan. Setiap orang dapat mengopi tulisan, lalu mengganti nama penulis dengan nama sendiri.

Lebih parah lagi, hasil penjiplakan itu disebarluaskan di internet, sehingga orang tak mengetahui lagi siapa penggagas yang asli. Sering kali kita jumpai artikel-artikel dalam blog yang serupa tetapi dari penulis berbeda.

Dalam lingkup akademik, banyak ditemui kasus penjiplakan. Sejauh ini ada sanksi berupa pemberian nilai nol. Dan, yang lebih berat diberhentikan sementara dalam studi. Namun bagi dosen belum ada pencopotan jabatan, karena berhubungan dengan mekanisme profesi yang digaji pemerintah.

Alasan di balik penjiplakan beragam. Mulai dari kekurangan referensi, tenggat waktu yang sempit, hingga malas membaca. Padahal, sebenarnya hal itu dapat disiasati dengan membahasakan kembali menurut penulis serta mencantumkan sumber kutipan sesuai dengan kaidah pengutipan.

Menyikapi hal itu, setiap individu dapat memulai perubahan pada diri sendiri. Tanamkan pada diri untuk membaca dan menghindari penjiplakan. Di kampus juga perlu digalakkan kembali larangan menjiplak dan pemberian sanksi tegas bagi pelanggar. Karena, tak jarang peraturan tertulis tersebut tak disosialisasikan secara kontinu.

Yang tak kalah penting adalah budaya membaca. Banyak membaca jelas memperkaya wawasan, sehingga dapat menekan penjiplakan. Kemauan membaca dapat dipaksakan dengan pengaktifan forum diskusi yang berkesinambungan. Forum diskusi menjadi ajang bertukar pikiran, berdebat, dan melengkapi pengetahuan dari berbagai sudut pandang.