Kamis, Oktober 18, 2012

Tenang Saja, Ada Asuransi…!



Judul TayanganHot Spot
Stasiun Penayang: Global TV
Hari/ Tanggal: Senin, 15 Oktober 2012
Waktu: Pukul 9.30 WIB
Durasi : 30 menit (9 menit iklan)
Iklan: Telkomsel, Surprise Global Tv, Partai Nasdem, Asuransi Axa, Lifebuoy, Okezone.Com, Fruit Tea, Kinder Joy, Salonpas, running text advertorial sms chatdengan Bella, join komunitas Andra and The Backbone, dan Treeji
Produser : Erlangga Yanawiza
Semakin rumitnya kebutuhan manusia terhadap gaya hidup memunculkan beragam fasilitas yang kompleks. Sebut saja asuransi yang dulu tidak banyak pangsanya, kini mulai banyak dan bervariasi, dari milik perusahaan khusus asuransi atau perusahaan besar yang memiliki cabang asuransi.
Bentuk asuransi yang umum antara lain asuransi pendidikan dan kesehatan. Masyarakat diharuskan membayar premi perbulan dengan tujuan mendapat jaminan kesehatan atau jaminan pendidikan jika terjadi apa-apa. Namun, apa jadinya jika asuransi kesehatan mulai menyasar pada anggota tubuh?
Tayangan Hot Spot episode ini menyoroti asuransi tubuh yang tentu saja hanya dilakukan oleh artis luar negeri. Fenomena yang dapat menginspirasi artis Indonesia untuk melakukan hal serupa. Artis-artis yang melakukan asuransi tubuh antara lain David Beckham, Cristiano Ronaldo, Mariah Carey, Jenifer Lopez, dan Keith Richards. Tak tanggung-tanggung mereka mengasuransikan anggota tubuhnya untuk mengantisipasi hal-hal buruk yang menimpa mereka.
David Beckham mengasuransikan kakinya  $ 70 juta (Rp 675,5 miliar), Ronaldo juga mengasuransikan kakinya $ 144 juta (Rp 1,4 triliun). Mariah Carey mengasuransikan tubuhnya $ 1 miliar (Rp 9,7 triliun!), Jenifer Lopez total mengasurnasikan $ 1 miliar, dan Keith Richards, personel band gaek Rolling Stone mengasuransikan tangannya Rp 14,4 miliar.
Lebih dirinci lagi pada artis J-Lo yang mengasuransikan bagian depan serta bagian belakang tubuhnya dan setiap kilogram dari 54,44 kg tubuhnya hingga ia dijuluki boneka 1 miliar dolar! Tentu saja biaya asuransi mereka sebanding dengan pendapatan yang mereka peroleh.
Sungguh aneh tapi nyata, bagaimana kemudian tubuh menjadi komoditas komersial tidak hanya bagi produk-produk kecantikan namun juga produk asuransi. Mereka mengasuransikan tubuhnya karena anggota tubuh itulah yang menjadi kunci penghasilan mereka, jadi jika terjadi kecelakaan berat, misalnya, mereka lebih mudah mendapatkan perawatan agar performa mereka tetap sempurna atau mendapat pengembalian yang berlipat-lipat. Biaya bukan lagi menjadi hambatan karena keuntungan yang didapatkan sebanding dengan apa yang akan didapat, apalagi kalau bukan jaminan “akan baik-baik” saja terhadap tubuh dan uang mereka.
Tayangan tersebut justru dapat mengisnpirasi agen asuransi mengenai perluasan bisnis agar orang semakin ramai mengasuransikan tubuhnya. Mari kita bayangkan jika pekerja-pekerja yang menggunakan sebagian besar tubuhnya untuk bekerja menggunakan asuransi. Wartawan mengasuransikan jari-jarinya, pemain bola voli mengasuransikan tangannya sehingga tidak khawatir jika mengalami cedera, pembantu rumah tangga mengasuransikan tangan dan kakinya untuk mengantisipasi akibat perlakuan kasar majikannya. Lalu berapa biayanya?
Selain menyoroti asuransi tubuh, Hot Spot  mengulas tentang hari hak asasi hewan dan peringatan hari ulang tahun TNI. Hot Spot dapat dikategorikan mirip dengan On The Spot milik Trans7 namun Hot Spot dikombinasikan dengan selingan tips kiriman pemirsa dan laporan lapangan isu terkini. Sumber utama tayangan ini adalah video-video yang diunggah di laman Youtube yang semua orang dapat mengaksesnya, maka jelas dibutuhkan bumbu cerita unik agar pemirsa terus mengikuti.
Segmen utama Hot Spot adalah ibu-ibu atau pemirsa yang memiliki waktu luang pada pagi hari. Iklan-iklan yang mengiringi tayangan tidak banyak, karena jam pagi bukanlah jam prime time sehingga lebih terkesan santai dan tidak serius. Edisi kali ini dapat dikategorikan sebagai ajakan untuk mengikuti asuransi. Namun tentang asuransi tubuh itu bisa jadi menginspirasi ibu-ibu dan pembantu rumah tangga untuk mengasuransikan anggota tubuhnya seperti tangan dan kaki mereka, sehingga ketika tangan atau kaki terluka tetap tenang saja, kan ada asuransi tubuh.. (Fitri Norhabiba)
Kredit Foto:
http://www.globaltv.co.id/program/getImage/programs/722
http://blogliterasi.wordpress.com/2012/10/18/tenang-saja-ada-asuransi/

Pers Burma Jangan Seperti Indonesia


Kebangkitan pers Burma patut diapresiasi karena proses menuju kebebasan tidaklah mudah. Salah satu petikan pada berita VOA Indonesia 18 Oktober 2012 “Media Corong Pemerintah Burma Ubah Konsep” menyebutkan bahwa pemimpin  redaksinya bergabung dengan Koran New Light of Myanmar setelah mengikuti wajib militer 14 tahun (http://www.voaindonesia.com/content/media-corong-pemerintah-burma-ubah-konsep/1528686.html), bisa dibayangkan berapa lama pers disana selalu di bawah bayangan junta militer dan pro pemerintah.

Pers Burma baru bangkit setelah Aung San Suu Kyi berhasil membawa angin perubahan bagi demokrasi di Burma, yakni dengan berhasilnya ia menduduki kursi parlemen setelah berada di tahanan rumah hampir dua decade (http://www.voaindonesia.com/content/aung-san-suu-kyi-akan-berkunjung-ke-amerika/1508822.html, 15 September 2012). Saat ini pemerintah reformis mengambil alih dan junta militer sudah tidak ada lagi dan pemerintah lebih condong pada publik. Meskipun masih dipegang Thein Sein, halaman untuk era demokrasi tetap ada, setelah ia mulai melunak.

Permasalahan tersebut mirip dengan Indonesia di era sebelum reformasi, dimana media dikuasai oleh pemerintah, kewajiban menyiarkan berita televisi pada jam malam yang seragam, serta tidak transparan mengenai informasi publik. Adanya pemberitaan yang menyinggung pemerintah yang kurang baik, siap-siap berhubungan dengan bui.

Pasca reformasi, bisa dikatakan sebagai kemerdekaan pers. Media cetak, harian, mingguan, majalah mulai bermunculan dengan beragam informasi yang disajikan sehingga tidak ada lagi opresi dari pemerintah. Pemberitaan mulai menunjukkan warna, kebobrokan pemerintah mudah disorot, pers terang-terangan menunjukkan sikap yang selama ini ditutupi.
(sumber http://buanasumsel.com/wp-content/uploads/2010/01/pers2.jpg)

Namun angin kebebasan pers itu tak membawa dampak yang tak sedikit, bisa dikatakan pers kebablasan. Saat ini batas antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi menjadi kabur, lebih sering terlihat urusan pribadi berada pada ranah publik. Lihat saja tayangan gosip di televisi yang setiap saat ada dengan konflik yang itu-itu saja. Lalu adanya kebebasan pers ini juga menjadikan orang yang memiliki modal lebih berkuasa terhadap medianya. Ia bebas menentukan corong kepentingannya. Sering dijumpai tayangan serta berita yang muncul kadang tidak memiliki sumber yang jelas, hanya opini yang berkembang.


Berkaca dari hal tersebut, sebaiknya Burma yang mulai berbenah dalam persnya juga melihat perkembangan Negara lain, Indonesia misalnya karena Indoensia dapat menjadi contoh dekat di dalam lingkup ASEAN. Disamping adanya kemudahan untuk mengakses informasi juga perlu ditelusuri fakta dari isu yang beredar. Selain itu untuk mengantisipasi minimnya sumber daya manusia yang mampu memberitakan dengan akurat, Burma dapat mengaplikasikan citizen journalism yang kini sudah ditarapan di Indonesia dan menjadi booming.