Rabu, Januari 06, 2010

Kejahatan Teknologi Pendidikan

Pendidikan yang berarti adalah suatu proses yang bereksinambungan, dari lahir sampai mati. Ketika pendidikan mulai berbelok ke arah yang tidak benar, yang terkena dampaknya adalah semua yang terlibat di dalamnya.Walaupun yang melakukan hanya segelintir orang yang kadang tidak bertanggung jawab.


Hal tersebut menunujukkan bahwa pendidikan rentan terhadap penipuan. Penipuan itu berarti pembodohan pada diri sendiri dan berujung pada ketidakpercayaan.

Hal tersebut memperlihatkan pula bahwa pendidikan kita masih lemah, belum maju. Terbukti masih saja ada saja celah yang dapat dimasuki oleh orang-orang yang licik.

Makna pendidikan sebenarnya ada dalam proses dan bukan hasil akhir. Dimana dalam proses diharapkan kualitas menjadi lebih baik. Jika fenomena ”aspal” (asli tapi palsu) masih saja terus terjadi yang perlu dikhawatirkan adalah kualitas dari kaum terdidiknya.

Sebagaimana terdapat ungkapan yang mengatakan bahwa guru berarti digugu dan ditiru (dianut dan ditiru). Jika ada kejadian aspal, maka pertanyaan yang muncul pertama kali adalah ”Siapa gurunya?”. Padahal guru tidak mengajarkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi murid asuhannya. Pada murid asuhannya lah pengetahuan menjadi dikembangkan, apakah menjadi baik ataupun buruk.

Sebenarnya apa yang diinginkan dari aspal tersebut? Tenar? Perlu disadari bahwa pendidikan itu penting, tapi jauh lebih penting adalah aplikasi dalam kehidupan dari pendidikan yang telah dienyam. Bagaimana dengan pengetahuan, sesuatu menjadi lebih berguna ke arah yang lebih positif dan mengurangi hal-hal yang dinilai negatif.

Kemajuan teknologi tidak seharusya dijadikan ajang kejahatan, apalagi dalam kejahatan memalsukan nilai. Kualitas seseorang tidak hanya dinilai dari besar kecilnya nilai yang diraih, tapi berdasarkan kualitas yang diantaranya terdapat dalam skill dan potensi.

Hal ini menjadi masukan penting bagi institusi agar lebih tanggap terhadap kejahatan teknologi. Misalnya dapat dimulai dengan suatu langkah perubahan memperketat sistem agar tidak kebobolan, disamping menggunakan nilai sebagai syarat utama.

Dan yang tak kalah penting adalah jauhkan dari uang pelicin. Segepok uang pelicin tidak menjamin kualitas. Ijazah ataupun hal yang mendukung dalam bentuk hitam diatas putih tidak bisa hanya dinilai dengan nominal uang. Bagi yang tidak mampu / memenuhi standar memang sebaiknya tahu diri. Karena keinginan tanpa kemampuan yang memadai tidak efektif.

2 komentar:

sayaadalahasteria mengatakan...

semangat buat para guru!!
jangan pernah menyerah menyebarkan ilmu kepada putra putri Indonesia, aminn

Lala Nisa mengatakan...

ayo kibarkan semangad positif! ^.^