Minggu, Januari 29, 2017

Media Cetak Tidak Akan Mati



Perkembangan media massa di berbagai Negara seperti Amerika Serikat memang menunjukkan adanya penurunan. Industri media cetak disana gulung tikar karena masyarakat pindah ke media online. Di Amerika Serikat, pengiklan memandang surat kabar untuk mencapai target secara massal dan radio atau majalah untuk konsumen yang lebih tersegmentasi. Sementara koran lokal di Amerika Serikat masing masing merajai di daerah masing masing. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya koran nasional untuk masuk karena konsumen di tiap daerah memiliki karakteristik sendiri sendiri.
Model bisnis surat kabar di Indonesia focus pada 2 hal, yakni mengakomodasi apa yang diinginkan pembaca dan memberikan akses pada pengiklan. Namun masih sering terpusat pada masyarakat perkotaan. Daya dukung untuk membeli koran di perkotaan dan pedesaan masih tinggi di perkotaan, masih dapat dijumpai masyarakat pedesaan yang enggan atau tidak mau membaca atau bahkan membeli koran setiap hari. Pertumbuhan ekonomi antar wilayah dalam suatu daerah juga tidak sama, sehingga berdampak pada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan surat kabar. Masyarakat yang memiliki daya beli tinggi masih berada di Jakarta dan kota kota di pulau Jawa, sisanya berada di luar Jawa.
Pertumbuhan penduduk di perkotaan lebih pesat dibanding pedesaan. Angka buta huruf di Indonesia tahun 2013 5,86% untuk usia 15+, untuk usia 15-44 di tahun yang sama 1,61%, dan usia 45+ 15,24% (BPS, 2013). Setiap tahun, angka buta huruf semakin menurun, namun penurunan angka buta huruf ini juga diiringi masuknya teknologi baru yang memudahkan masyarakat mengakses informasi melalui internet.
Indonesia Negara berkembang, bukan Negara maju dimana teknologi adalah hal yang biasa. Negara berkembang memiliki potensi besar namun juga memiliki masalah kompleksitas. Tantangannya adalah orang yang masih buta huruf akan lebih memilih media audio visual (televisi) karena hanya butuh mendengar dan melihat atau radio yang bersifat theater of mind. Golongan ini belum mau menyentuh gadget.
Tantangan lain adalah dari jumlah penduduk yang baru saja bisa baca tulis bahwa orang yang sudah bisa baca tulis tidak lantas dengan mudah memahami dan mau menggunakan alat alat teknologi canggih. Mereka tetap butuh suatu kondisi untuk beradaptasi dengan kebiasaan membaca cepat, menganalisis jenis jenis bacaan, serta kemauan untuk membaca itu sendiri.
Perkembangan teknologi memang luar biasa, namun tidak semua penduduk mengikuti gaya hidup yang serba teknologi, karena terbiasa memegang smartphone dan social media akan menguras lebih banyak waktu dan perhatian untuk tahu informasi dan kabar. Koran masih dipilih karena orang dengan mudah akan membolak balik halaman, membaca yang disukai, melipat, atau membuang/menyimpan.
Media yang akan bertahan adalah media yang mampu mengikat rasa memiliki atau kebersamaan dari komunitas. Ketika komunitas diberitakan aktivitasnya atau ada hal hal baru yang bermanfaat untuk komunitasnya, maka media tersebut akan dipilih. Kecenderungan warga di daerah, mereka jenuh dan merasa koran belum mewakili keinginan mereka, atau bahkan porsi pemberitaan daerah mereka kalah dengan ibukota. Konten yang sesuai dan memenuhi kebutuhan masyarakat, membuat masyarakat terdoorng keinginan untuk membaca dan membeli.
Potensi media cetak di luar Jawa lebih prospektif dibanding di Jawa. Hasil riset Nielsen sepanjang tahun 2010-2014 menunjukkan tingkat konsumsi media cetak di lima kota besar luar Jawa seperti Medan, Palembang, Denpasar, Makassar, dan Banjarmasin lebih tinggi dibanding 5 kota besar di Jawa. Lima kota besar tersebut yakni Jakarta, Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Surabaya, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. Nielsen juga mengakui bahwa sampel belum mewakili seluruh populasi Indonesia.
Penetrasi konsumsi koran di Jawa pada 2010 15%, lalu turun menjadi 11% pada tahun 2014. Di luar Jawa, penetrasi koran mengalami peningkatan dari 23% pada 2010 menjadi 26% pada 2014. Ketergantungan internet di Jawa lebih tinggi daripada di luar Jawa. Adanya internet saat ini dimanfaatkan masyarakat untuk mendapat informasi ringan yang gratis, dapat dibaca sekilas, dan tentu saja bisa berupa audio visual. Hal ini berdampak pada penurunan oplah koran. Diprediksikan bahwa koran di Indonesia masih tetap akan bertahan selama 20 tahun ke depan, media yang tetap bertahan adalah yang mengedepankan konten lokal dan mampu memberikan rasa memiliki atau mewakili dari suatu komunitas.
Meskipun koran menurun oplahnya, koran lokal dengan konten yang tepat akan bertahan. Pangsa koran lokal adalah komunitas, semua segmen, dan masyarakat yang tidak mau terkena dampak teknologi. Sebaliknya, anak muda atau usia produktif akan lebih sadar dengan teknologi dan semakin tergantung dengan gadget karena praktis.
Internet tetap dibutuhkan sebagai syarat menjadi Negara maju, meskipun pembangunan sumber daya manusia di Indonesia belum merata, ketimpangan antara di kota besar yang pertumbuhan ekonomi serta ketergantungan teknologi tinggi. Berbeda halnya di desa yang ketergantungan teknologi tidak tinggi namun dari sisi ekonomi ada peningkatan. Pertumbuhan ekonomi yang bagus diimbangi dengan pola konsumsi yang baik termasuk untuk konsumsi informasi.
Bagaimanapun juga industri koran akan bertahan dengan pasar yang lebih segmented, yang dikombinasikan dengan website berbayar, mengikat komunitas, dan memenuhi mereka golongan yang tidak tersentuh teknologi/ tidak mau berurusan dengan teknologi
Sebaliknya golongan usia produktif yang kelak akan memimpin akan semakin memiliki keragaman kebijakan yang tidak meninggalkan koran begitu saja. Dalam beberapa tahun ke depan ketika syarat sebagai Negara maju terpenuhi, masalah dan kompetisi yang dihadapi berbeda dengan sekarang. Indonesia dengan kompleksitas masalah sebagai Negara berkembang tetap mempertahankan budaya yang ada dan tidak lantas begitu saja beralih ke budaya baru dengan hadirnya teknologi terbaru.

Fitri Norhabiba
Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Undip, penerima BPPDN Dikti 2013

see full article on http://jurnal.polines.ac.id/jurnal/index.php/ragam/article/view/574

Tidak ada komentar: