Kamis, Oktober 18, 2012

Pers Burma Jangan Seperti Indonesia


Kebangkitan pers Burma patut diapresiasi karena proses menuju kebebasan tidaklah mudah. Salah satu petikan pada berita VOA Indonesia 18 Oktober 2012 “Media Corong Pemerintah Burma Ubah Konsep” menyebutkan bahwa pemimpin  redaksinya bergabung dengan Koran New Light of Myanmar setelah mengikuti wajib militer 14 tahun (http://www.voaindonesia.com/content/media-corong-pemerintah-burma-ubah-konsep/1528686.html), bisa dibayangkan berapa lama pers disana selalu di bawah bayangan junta militer dan pro pemerintah.

Pers Burma baru bangkit setelah Aung San Suu Kyi berhasil membawa angin perubahan bagi demokrasi di Burma, yakni dengan berhasilnya ia menduduki kursi parlemen setelah berada di tahanan rumah hampir dua decade (http://www.voaindonesia.com/content/aung-san-suu-kyi-akan-berkunjung-ke-amerika/1508822.html, 15 September 2012). Saat ini pemerintah reformis mengambil alih dan junta militer sudah tidak ada lagi dan pemerintah lebih condong pada publik. Meskipun masih dipegang Thein Sein, halaman untuk era demokrasi tetap ada, setelah ia mulai melunak.

Permasalahan tersebut mirip dengan Indonesia di era sebelum reformasi, dimana media dikuasai oleh pemerintah, kewajiban menyiarkan berita televisi pada jam malam yang seragam, serta tidak transparan mengenai informasi publik. Adanya pemberitaan yang menyinggung pemerintah yang kurang baik, siap-siap berhubungan dengan bui.

Pasca reformasi, bisa dikatakan sebagai kemerdekaan pers. Media cetak, harian, mingguan, majalah mulai bermunculan dengan beragam informasi yang disajikan sehingga tidak ada lagi opresi dari pemerintah. Pemberitaan mulai menunjukkan warna, kebobrokan pemerintah mudah disorot, pers terang-terangan menunjukkan sikap yang selama ini ditutupi.
(sumber http://buanasumsel.com/wp-content/uploads/2010/01/pers2.jpg)

Namun angin kebebasan pers itu tak membawa dampak yang tak sedikit, bisa dikatakan pers kebablasan. Saat ini batas antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi menjadi kabur, lebih sering terlihat urusan pribadi berada pada ranah publik. Lihat saja tayangan gosip di televisi yang setiap saat ada dengan konflik yang itu-itu saja. Lalu adanya kebebasan pers ini juga menjadikan orang yang memiliki modal lebih berkuasa terhadap medianya. Ia bebas menentukan corong kepentingannya. Sering dijumpai tayangan serta berita yang muncul kadang tidak memiliki sumber yang jelas, hanya opini yang berkembang.


Berkaca dari hal tersebut, sebaiknya Burma yang mulai berbenah dalam persnya juga melihat perkembangan Negara lain, Indonesia misalnya karena Indoensia dapat menjadi contoh dekat di dalam lingkup ASEAN. Disamping adanya kemudahan untuk mengakses informasi juga perlu ditelusuri fakta dari isu yang beredar. Selain itu untuk mengantisipasi minimnya sumber daya manusia yang mampu memberitakan dengan akurat, Burma dapat mengaplikasikan citizen journalism yang kini sudah ditarapan di Indonesia dan menjadi booming.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

You have an amazing website here! Good to be a part of it.

Roof Repair Virginia Beach

Anonim mengatakan...

Dois-je violer le copyright si j'utilise article de nouvelles sur mon propre bulletin d'information?